Amr an-Naqid menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Hammad bin Salamah memberitakan kepada kami dari Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat nanti akan didatangkan seorang penghuni neraka yang ketika di dunia adalah orang yang paling merasakan kesenangan di sana. Kemudian dia dicelupkan di dalam neraka sekali celupan, lantas ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan sebelum ini?’. Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku!’. Dan kemudian didatangkan pula seorang penduduk surga yang ketika di dunia merupakan orang yang paling merasakan kesusahan di sana kemudian dia dicelupkan ke dalam surga satu kali celupan. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesusahan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kesusahan sebelum ini?’. Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku, aku belum pernah merasakan kesusahan barang sedikit pun. Dan aku juga tidak pernah melihat kesulitan sama sekali.’.” (HR. Muslim)

Barangkali, kita sering silau dengan para pejabat pemerintah yang kaya raya yang rumahnya bak istana, atau dengan para pemain bola yang bergaji milyaran, atau takjub  dengan daftar nama orang-orang terkaya di dunia versi majalah Forbes. Betapa kayanya mereka.. Betapa bahagianya mereka.. Betapa makmurnya mereka… Barangkali, kita ingin sekali menjadi salah satu dari orang-0rang itu. Merasakan nikmatnya “punya segalanya”, “bisa apa saja”, atau “memiliki siapa saja”.

Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (QS At Taubah: 38)

Melalui hadits yang disebutkan di awal tulisan ini, Rasulullah mengingatkan, bahwa hakikat kemenangan bukanlah di dunia. Hakikat kenikmatan yang sebenarnya bukanlah di dunia, melainkan di akhirat. Orang-orang yang beriman kepada hari akhirat, akan tetap teguh memegang keimanannya meskipun mungkin dia mendapat penderitaan luar biasa di dunia. Mereka tak gentar, karena mereka tau, hidup di dunia ini singkat. Sungguh singkatnya sehingga penderitaan itu takkan mampu menyurutkan penantian mereka akan nikmat yang sesungguhnya di Surga-Nya kelak.

Lihatlah, betapa kenikmatan sepanjang hidup di dunia ternyata terhapuskan begitu saja begitu tercelup sekejap di neraka. Semua harta, rumah, dan bentuk kesenangan lainnya langsung terhapuskan dari ingatan setelah merasakan pedihnya sekejapan siksa neraka. Sebaliknya, penderitaan sepanjang hidup di dunia ternyata lenyap seketika begitu tercelup sekejap di surga. Ejekan, makian, bahkan mungkin teror dalam berbagai bentuknya di dunia ini terhadap orang-orang beriman, kelak tak akan lagi teringat ketika telah mencicipi nikmatnya surga.

Allah telah mengisyaratkan, bahwa satu hari di akhirat nanti akan sama dengan lima puluh ribu tahun di dunia ini. Jadi, bagi orang yang beriman, tak apa menderita di dunia ini bertahun-tahun lamanya (eh, salah, sebentarnya..), jika dibandingkan dengan kenikmatan kekal yang akan didapatkannya di akhirat kelak.

Namun sayang, seribu sayang, manusia tetap tak mampu berhitung.

Padahal, tak seluruh hidup manusia dihabiskan untuk beramal secara optimal. Lihat saja, dari 60 tahun masa hidup manusia akhir zaman, sepertiganya dihabiskan untuk tidur, sedangkan sisanya, entah untuk apa. Bekerja, berkebun, bersawah, atau mungkin di tempat lain, mencuri, bermaksiat, dll. Padahal, paling hanya beberapa tahun saja manusia diminta beramal untuk akhirat. Selebihnya silakan mencari bagiannya di dunia.

Sungguh, seorang muslim yang hidupnya miskin, penuh perjuangan, dan penderitaan, nilainya lebih baik daripada seorang kafir yang hidupnya makmur, bersenang-senang dan melenceng dari kebenaran.

Kalaulah memang kita ditakdirkan miskin, tetaplah beriman.

Kalaulah memang kita ditakdirkan kaya, tetaplah beriman jua.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS Ali ‘Imran: 102)

Karena hidup ini boleh jadi begitu sempit untuk mengumpulkan ilmu dan amal, dan boleh jadi begitu lapang untuk mengumpulkan harta….. padahal kita tak akan ditanya tentang jumlah harta di akhirat nanti, tetapi yang ditanya adalah ilmu (tentang iman) dan amal (akhirat) kita selama di dunia..

disadur secara bebas dengan penambahan dari penulis, dari kultum tarawih di Masjid Agung Purbalingga, 31 Agustus 2010

-fadhlijauhari 2 sept 2010-