“Lima hal yang termasuk sunnah fithrah: Mencukur bulu kemaluan, berkhitan, memendekkan kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.” (HR Jama’ah)

“Agar kesemuanya itu tidak melebihi 40 malam.” (HR Ahmad, Abu Daud, dll)

Sebagaimana telah diketahui umat Muslim, bahwa kelima hal di atas menjadi sunnah yang patut menjadi perhatian utama dan selayaknya dilakukan. Selain sebagai bentuk realisasi iman kita terhadap Allah dan Rasul-Nya, hal ini juga memang perlu demi kebaikan kita sendiri. Adalah suatu kepastian yang harus diyakini dalam setiap hati umat muslim, sebelum mencari “hikmah” atau “keuntungan” duniawi, bahwa melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah demi kebaikan hidup manusia itu sendiri. Adapun hikmah, atau karunia yang kita dapatkan di balik pelaksanaan ibadah itu, tak perlu kemudian menjadi nilai mutlak. Seolah-olah kalau tidak ada hikmah atau keuntungan yang kita peroleh, tidak akan kita laksanakan ibadah itu. Jalani saja, maka Allah yang Maha Mengetahui kebaikan-kebaikan apa saja yang ada di baliknya.

Karena itu, sebagaimana disebutkan dalam judul tulisan ini, seandainya pun jarang atau bahkan belum pernah kita dapatkan manfaat dari mencukur rambut kemaluan, tetaplah mengamalkan dengan keyakinan akan ada nilai kebaikannya.

Sudah lazim diketahui para ulama – yang juga didukung para ahli kesehatan – bahwa mencukur rambut kemaluan memiliki beberapa hikmah, di antaranya:

  • Yang paling utama, agar daerah di sekitar kelamin menjadi bersih. Sebagaimana rambut kepala dan rambut ketiak, rambut kemaluan apabila dibiarkan tumbuh tak terawat akan menjadi sarang jamur, kuman, dan bakteri. Hal ini tentu membahayakan, baik bagi mereka yang belum dan sudah berkeluarga. Lalu, apakah tidak bisa kita tetap biarkan rambut kemaluan tumbuh? Tentu bisa saja. Tetapi syaratnya harus selalu terawat bersih. Rambut di daerah kemaluan tentu punya risiko terkena kotoran jauh lebih besar dari daerah lain, karena rambut kemaluan tertutupi pakaian dalam yang biasanya selalu kepanasan, sehingga mudah lembab, berkeringat, dan akibatnya mengundang jamur dan bakteri. Karena itu, jauh lebih baik apabila rambut kemaluan rajin dipotong dan dibersihkan. Sarcoptes scabiei adalah salah satu parasit yang suka dengan daerah-daerah lipatan seperti ketiak dan selangkangan, dan mencukur rambut bisa membuat daerah tersebut lebih bersih dan aman.
  • Hikmah berikutnya, bagi wanita, mencukur rambut kemaluan bisa mengurangi risiko terkena keputihan, kadas/kurap, dan jamur lainnya yang berbahaya bagi kesehatan kewanitaan. Terlebih lagi, ini cara yang lebih murah dan aman untuk menjaga kebersihan kemaluan wanita daripada harus membeli sabun/cairan pembersih vagina yang ternyata menurut para dokter, penggunaannya dalam waktu lama akan menyebabkan matinya bakteri baik di dalam vagina.
  • Bagi suami-istri, sebagian dari mereka menyukai kemaluan yang bersih dari rambut. Hal ini memang berbeda bagi setiap pasangan dan pribadi, sehingga perlu dikomunikasikan. Sebagaimana telah disebutkan di atas, boleh saja tetap memelihara rambut, asalkan kita berani jamin kebersihannya sehingga pendamping hidup kita tak perlu tertular penyakit/jamur saat berhubungan intim.

Itu sebagian hikmah dari mencukur rambut kemaluan.

Tentang seberapa banyak, itu tidak ditentukan. Tapi alangkah baiknya menggunakan air hangat dan sabun, agar rambut lebih mudah dipotong, dan kulit kita lebih terlindungi. Pakai gunting berukuran kecil atau sedang, atau pisau cukur sekali pakai. Rasa gatal yang muncul kemudian adalah efek sementara akibat akar rambut yang masih tegang setelah dipotong, sebagaimana kita baru saja mencukur rambut kepala tentu akan terasa sedikit kaku.

Waktunya, adalah sebagaimana kita terbiasa mencukur rambut kepala kita. Dan yang utama adalah saat hari Jumat, di mana saat itu kita juga terbiasa memotong kuku dan mandi besar hari Jumat.

Wallahu a’lam.